Menyongsong Mihwar Daulah

0 comments

Ada empat mihwar yang harus dilalui dakwah ini untuk mewujudkan visi yang dicita-citakannya; mihwar tandzimi, mihwar sya'bi, mihwar muassasi, dan mihwar daulah.
Mihwar Daulah ditandai dengan penetrasi dakwah ke pemerintahan dan lembaga-lembaga negara. Dakwah pada mihwar ini, dengan demikian, mampu mempengaruhi dan mengelola negara sehingga kebijakan-kebijakannya sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Pada akhirnya, rakyatlah yang akan merasakan keadilan dan kesejahteraan dari negara yang kita cintai bersama.....

Download Bukunya Di Sini

read more

Catatan Hati Seorang Istri [buku]

1 comments

Buku karangan Asma Nadia sungguh sangat luar biasa. Siapa pun yang membaca buku setebal 224 halaman pasti tercengang. Pasalnya, buku ini mengambarkan kisah pribadi si penulis dan wanita-wanita lain yang ia ketahui. Peristiwa demi peristiwa ia torehkan dalam kisahnya. Si penulis mencoba memberi cakrawala baru baik kaum Hawa maupun kaum Adam. Ia menilai sosok perempuan seringkalidianggap lemah, tidak berdaya dan pada tataran tertentu sering hanya dianggap sebagai pelengkap saja.

Dalam buku ini ia menyatakan " Telah lama saya meneropong, tidak hanya ke dalam hati sendiri, melainkan mencoba masuk ke bilik hati perempuan lain, lewat kisah-kisah yang mereka bagi kepada saya. Selama bertahun-tahun pula saya mencatat berbagai kisah itu dalam ruang hati, seraya berharap suatu hari bisa menuliskannya. Catatan Hati Seorang Istri, memuat sebagian kecil peristiwa itu. Isinya kisah-kisah yang mengharu biru dan membuat saya ternganga. Sebab ternyata betapa dahsyat kekuatan yang dimiliki seorang perempuan."
Buku ini juga mengisahkan pengalaman si penulis, dialog hati, pertanyaan dan ketidakmengertiannya. Tentunya tentang isi kepala dan sikap laki-laki. Kekecewaan, kemarahan dan kesedihan bahkan keputusasaan yang tergambar. Buku ini, mudah-mudahan dapat sedikit mewakili potret sebagian perempuan dan bisa bermanfaat.

Lebih lanjut : Download Catatan Hati Seorang Istri

read more

PENGANGGURAN HARAKI

0 comments

Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc

Syeikh Muhammad Ghazali Rahimahullah berkata, “Dalam suasana pengangguran terlahir ribuan keburukan dan menetas berbagai bakteri kebinasaan, jika kerja merupakan message kehidupan, maka para penganggur adalah orang-orang yang mati, dan jika dunia ini merupakan efek dari tanaman kehidupan yang lebih besar, maka para penganggur adalah sekumpulan manusia yang paling pantas dikumpulkan dalam keadaan bangkrut, tidak ada panen bagi mereka selain kehancuran dan kerugian.”
Ada beragam penyakit tarbawi yang sangat berbahaya, jika ia tersebar dalam barisan dakwah, dan mendapatkan tempat dalam jiwa personelnya, maka pasti yang terjadi adalah keterpurukan, keguguran, menarik diri dan meninggalkan kancah dakwah secara diam-diam, kemudian kebangkrutan dalam arti yang luas dan menyeluruh.
Di antara penyakit tersebut dan utamanya adalah al-bithalah ad-da’awiyah (pengangguran da’awi) atau al-kasal al-haraki (kemalasan haraki) atau futur, al-faragh (tidak ada pekerjaan), al-qu’ud ‘anil ‘amal (berpangku tangan), at-taqa’us ‘an ada’ al-wajib (tidak menunaikan kewajiban), at-tanashshul minal qiyam bil maham ad-da’awiyah (tidak menjalankan tugas-tugas da’wah) yang sangat beragam, istimra’ halat ar-rahah (terbiasa menikmati suasana santai), at-taharrur min tahammul at-tabi’ah wal mas-uliyyah (berlepas diri dari upaya memikul beban dan tanggung jawab).
Semua tadi merupakan gejala satu penyakit yang jika menimpa para aktivis di medan dakwah dan harakah, niscaya menimpa pada posisi yang mematikan, kecuali jika segera mendapatkan kebangkitan hati, atau mengambil ibrah dari suatu mau’izhah, atau mengambil manfaat dari suatu nasihat, dan tentunya, sebelum, saat dan setelah itu ia mendapatkan rahmat, kebersamaan dan taufiq Allah SWT.
Berdasarkan pengalaman dan mu’ayasyah (interaksi) tampak bahwa ada sejumlah faktor yang memberi andil bagi terjadinya penyakit ini, utamanya adalah:
 Menurunnya tingkat keikhlasan dan masuknya niat yang tidak baik.
 Ada masalah pada unsur-unsur pemahaman
 Tidak mengetahui jati diri dakwah dan harakah
 Merespon berbagai godaan dunia dan mengejar kemilauannya yang palsu
 Melupakan ghayah, atau inhiraf dan lalai darinya
 Putus asa, frustasi dan memprediksi keburukan
 Mengambang dan target yang tidak jelas
 Tidak interaktif dengan proses tarbawi
 Menghilangnya akhlaq yang menjadi tuntutan marhalah, seperti: tsabat, shabar, tsiqah, tajarrud, tadh-hiyah dan lainnya.
 Melemahnya rasa tanggung jawab
 Merasa panjang perjalanan dakwah yang mesti ditempuh
 Menghilangnya semangat dan padamnya bara keinginan untuk beramal
 Rancunya jenjang prioritas, kalaupun masih ada, dakwah ditempatkan pada posisi prioritas paling akhir
 Berkaratnya sisi ruhani, tarbawi dan imani serta rusaknya komitmen
 Buntunya selera beramal serta tidak merasakan kelezatan mengerahkan jerih payah fi sabilillah
 Hilangnya citarasa berlelah dan bersungguh-sungguh beramal di berbagai medan dakwah
 Kehilangan rasa ber-intima’ kepada dakwah dan harakah dan semakin kurusnya unsur-unsur wala’ kepadanya.
 Tertutupnya bentuk izzah kepada manhaj dakwah dan dinginnya ghirah terhadapnya
 Melemahnya immunitas fikriyah, imaniyah dan tarbawiyah
Semua faktor, sebab ini mendorong seseorang untuk qu’ud (berpangku tangan), menarik diri, menjauh dari lapangan amal dan membikin-bikin alas an untuknya. Karenanya, seseorang yang seperti ini akan menjadi beban berat dakwah dan harakah. Akibat berikutnya, dakwah semakin merintih karena memikul bebannya dan menyeretnya, padahal seharusnya, orang itulah yang semestinya memikul dakwah serta membawanya kepada cakrawala masa depan yang luas
Jika penyakit pengangguran da’awi dan haraki menyebar, akan muncullah ribuan perilaku-perilaku rendah, baik dalam skala perseorangan maupun jama’i, sebab, “barisan yang didalamnya tersebar pengangguran, maka akan banyaknya kerusuhan” dan “rumah yang kosong, akan banyak kebisingan.”
Maka hendaklah para pembawa panji dakwah dan harakah tidak berhenti di tengah jalan. Jangan pula semangatnya mendingin dan efektivitasnya padam setiap kali berhembus angin keputusasaan. Jangan pula harakahnya lumpuh, jalannya terhenti dan arahnya berubah saat bertiup badai fitnah, sebab mereka mengetahui bahwa, “Sifat mulia terkait dengan hal-hal yang tidak disukai, dan kebahagiaan tidak dapat dicapai kecuali melalui jembatan kesulitan, karenanya, tidak mengantarkan untuk mencapainya kecuali menggunakan kapal keseriusan dan kesungguhan.”
Tidak ada kegiatan bagi pasukan infantry adalah ghaflah. Di antara penghancur tekad adalah mimpi yang terlalu jauh dan senang bersantai-santai. Angan-angan hendaklah diiringi amal, jika tidak, ia hanyalah sekedar mimpi yang terpulang kepada pemiliknya. Suatu hari Alhasan al-bashri melihat seorang pemuda yang bermain-main dengan batu kecil sambil berdoa, “Ya Allah, nikahkan aku dengan bidadari”, maka Al-Hasan berkata, “Anda adalah pelamar yang paling buruk, melamar bidadari dengan modal main-main batu kecil!”
Begitu juga dengan kita, tidak mungkin kita melamar cinta kasih tamkin, taghyir dan ishlah sementara kita bermain-main dengan sesuatu yang lebih rendah dari batu kecil, sementara itu kita adalah para penganggur, bermalas-malasan, dan cukup menjadi penonton, sebab, seorang pelamar mestilah membawa mahar, dan “siapa yang meminang wanita cantik, maka ia tidak mempedulikan mahalnya mahar.” Dan sebagaimana dinyatakan oleh imam Al-Banna rahimahullah:
“Saya dapat membayangkan seorang mujahid adalah seseorang yang menyiapkan segala yang diperlukannya, membawa yang diperlukannya, niat jihad telah memenuhi seluruh jiwa dan hatinya, selalu dipikirkan, memberi perhatian besar, selalu dalam posisi siap, jika diundang memenuhi, jika dipanggil menyambut, paginya, petangnya, pembicaraannya, omongannya, kesungguhannya dan main-mainnya tidak melampaui medan yang ia telah persiapkan dirinya untuknya, dan ia tidak mengambil selain fungsi yang sesuai dengan kehidupan dan kehendaknya. Spirit berjihad fi sabilillah dapat dibaca dari garis-garis wajahnya, tampak dalam kilatan sinar matanya, dan terdengar dari celetukan lisannya sesuatu yang menggambarkan betapa besar gelora yang ada dalam hatinya, gelora yang selalu ada, menjadi duka hatinya yang terpendam. Juga terbaca dari jiwanya yang bertekad membaja, semangat tinggi dan cita-cita yang jauh. Itulah sosok mujahid, secara personal maupun bangsa. Engkau dapat melihatnya secara jelas pada suatu bangsa yang menyiapkan dirinya untuk berjihad tampak pada forum-forumnya dan klub-klubnya, tampak di pasar dan di jalan, terasa di sekolah, di rumah, terlihat pada generasi muda dan tua, lelaki dan wanita, sehingga anda membayangkan bahwa semua tempat merupakan medan, dan setiap gerakan adalah jihad.
Saya dapat membayangkan hal ini karena jihad merupakan buah dari pemahaman yang melahirkan perasaan, menghilangkan ghaflah, perasaan membangkitkan perhatian dan kebangkitan, dan perhatian berdampak kepada jihad dan amal. Dan masing-masing mempunyai dampak dan penampilan
Adapun mujahid yang tidur sekenyangnya, makan sepuasnya, tertawa sekerasnya dan menghabiskan waktu untuk bermain-main, maka bagaimana mungkin termasuk yang beruntung atau terhitung dalam barisan mujahidin?!”
Umat yang berpandangan bahwa perannya dalam berjihad hanyalah kosa kata yang diucapkan, atau makalah yang ditulis, lalu jika hati mereka diperiksa ternyata kosong, saat diuji perhatiannya melompong, tenggelam dalam ghaflah dan tidur yang molor, maka tempat, forum dan klub mereka tidak ditemui selain hal-hal tidak berguna, ketidakseriusan, main-main, hiburan dan menghabiskan waktu tanpa guna. Seluruh perhatian perseorangannya hanyalah kesenangan yang fana, kelezatan semu, bersantai-santai dan bersenang-senang, maka umat yang seperti ini lebih dekat kepada main-main daripada serius dan bahkan tidak mengenal keseriusan sama sekali.
Jadi, pengangguran adalah jalan kebangkrutan, sementara kepeloporan, kepemimpinan dan ketokohan tidak dapat diraih kecuali dengan keseriusan dan kesungguhan dan tidak dapat dicapai kecuali dengan segudang pengorbanan. Hal ini terbukti secara praktis sepanjang sejarah dan seorang aktivis dakwah dan harakah semestinya merupakan bagian dari mata rantai emas para nabi, rasul, sahabat, tabiin, ulama dan dai aktivis, karenanya, ia tidak akan mendapatkan kehormatan sebagai anggota dan diberi kartu keanggotaan kecuali jika ia telah membayar. Dan Ibnu Qayyim lebih berterus terang daripada saya, sebab ia memandang seseorang yang mengklaim menjadi bagian dari mata rantai mulia ini tanpa memberi bukti sebagai bentuk kebancian tekad. Beliau berkata:
“Wahai seseorang yang bertekad banci, di manakah kamu berada? Sementara jalan yang akan kamu tempuh adalah jalan di mana nabi Adam telah capek, nabi Nuh telah kehabisan suara, nabi Ibrahim telah dilemparkan ke dalam api, nabi Ismail telah digeletakkan untuk disembelih, nabi Yusuf telah dijual murah dan mendekam beberapa tahun dalam penjara, nabi Zakariya telah digergaji, nabi Yahya telah disembelih, nabi Ayyub telah menderita, nabi Daud telah melebihi kadar dalam menangis, nabi Isa telah berjalan sendirian dan nabi kita Muhammad SAW telah bergelut dengan berbagai kemiskinan dan berbagai rasa sakit, sedangkan engkau berbangga dengan hal-hal tidak berguna dan main-main??!!”

read more

Mengertilah....

0 comments


Anak-anak tak selamanya kecil.
kalau Allah memberinya umur panjang
Sebelum habis kekuatan kita untuk berjalan dengan tegak
dan berbicara dengan suara lantang
anak-anak kita kemarin merengek meminta perhatian kita
sekarang mungkin mereka sudah sibuk memenuhi jadwal kegiatannya
yang padat...
Anak-anak yang kemarin menahan tangisnya karena kita tak kunjung mau
mendampingi mereka untuk menuturkan cerita,
hari ini mungkin kita harus belajar menahan diri
karena sangat ingin mendengar cerita mereka
dari lisan mereka sendiri...

Saat usianya memasuki remaja
posisi kita semakin lemah
mereka lebih mendengar temannya daripada orang tuanya sendiri
Kata-kata orangtua tak lagi berharga kecuali
jika kita sudah MENABUNG kedekatan dan penghormatan sejak
mereka masih balita
Jika anak-anak itu tidak memiliki penghormatan yang tinggi kepada orangtuanya
maka gurauan teman jauh lebih mereka dengar
daripada sapaan paling tulus dari orangtua
Jika anak-anak itu tidak memiliki kepercayaan yang penuh kepada orangtua
maka temannya lebih layak untuk diikuti daripada nasihat
paling serius dari orangtua.
Secara alamiah anak-anak yang telah memasuki usia remaja memiliki kebutuhan
eksistensi
Mereka ingin didengar, diakui, dihargai dan dipercaya
Mereka ingin menunjukkan bahwa dirinya memiliki kemampuan dan hak menentukan.
Mereka akan berontak dari orangtuanya kecuali jika kita selaku orangtua telah
MENABUNG kredibilitas, kepercayaan terhadap itikad baik
dan ketulusan di mata anak-anak kita...

Tak lama lagi mereka akan menikah
Sesudah berlalu masa remaja datanglah masa dewasa
Inilah masa ketika anak-anak yang dulu merindukan bapaknya itu sudah
benar-benar mandiri
Mereka tak lagi memerlukan orangtua kecuali
jika iman menancap kuat di hati mereka
Inilah yang menjadi kekuatan dalam diri mereka untuk
berkhidmat kepada orangtua...
Jadi, sebenarnya mereka berkhidmat bukan karena
sangat besarnya kerinduan dan penghormatan pada orangtua
tetapi
karena dorongan untuk meraih ridha Allah 'Azza wa Jalla....

Ya zaman berganti, masa bertukar
Yang dulu muda, sekrang tua
Yang dulu kanak-kanak sekarang dewasa
yang dulu terlihat gagah, sekarang renta tak berdaya
sebagian lagi mungkin sudah lama dikuburkan jenazahnya.. .
Tak ada lagi kekuatannya untuk berbuat,
Tak ada lagi kemampuannya untuk melakukan perubahan

Akan tetapi...
Mereka yang telah menyemai keyakinan, kebaikan dan kemuliaan
sesungguhnya telah hidup kebaikannya
Melalui anak-anak yang KUAT KARAKTERNYA,
TINGGI HARGA DIRINYA, BESAR CITA-CITANYA dan JIWANYA
senantiasa rindu untuk melakukan amal yang terbaik (ahsanu 'amala)
para orangtua itu sesungguhnya tetap menabung kebaikan meski
badan telah berselimut kafan
Sesungguhnya tidak akan ada yang bisa diharapkan dari
anak-anak sesudah kita mati kecuali KESHALIHAN
Anak-anak shalih yang mendoakan (waladun shalihun yad'unalahu)
merupakan harta yang tak dapat digantikan oleh do'a seribu manusia...

Ya....Shalih dulu baru do'a....

Bagaimana menjadi orangtua dan sekaligus sahabat bagi anak-anak kita?
Mampukan kita menjadi orangtua yang disayang dan dicintai anak-anak kita
walau kita sudah tiada? Anak seperti apa hasil didikan dan kasih sayang kita?

read more
 
Copyright © Embun Inspirasi | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog