Maping Da’wah



Peta da’wah haruslah dimiliki oleh jamaah da’wah. Jamaah akan “buta jalan” jika berjalan tanpa peta. Urgensi peta adalah sebagai guide (pemandu) kita saat berjalan mencapai target da’wah. Yang denganya kita mengenal medan da’wah, posisi target, jalan menuju target, dan yang terpenting mengetahui posisi kita saat ini dari tujuan atau mimpi kita. Semuanya harus dapat teridentifikasi dengan baik agar dapat mencapai tujuan kita. Jika kita gagal mengidentifikasi peta, maka sama saja kita gagal karena tersesat dalam proses atau perjalanan dalam pencapaian goal da’wah.
Kemampuan membuat peta didapatkan dari informasi dan pengalaman, observasi, kefahaman medan, dan penguasaan jaringan. Tanpa hal tersebut cukup sulit rasanya membuat peta secara akurat, apalagi hanya dengan reka-reka semata. Jika kita tidak membuat “ peta perjalanan da’wah “, berarti kita telah merencanakan tersesat. Seperti kata orang sukses, “ gagal merencanakan berarti merencanakan gagal “ ( fail to plan, plan to be failled ). Peta da’wah juga harus memiliki kaidah atau keterangan. Keterangan-keterangan yang harus ada dalam peta da’wah adalah :

Koordinat

Merepresentasikan nama impian da’wah kita. Misalnya “ 10 tahun lagi, kampus dakwah jadi milik kita“. Judul agenda ini harus bisa diukir dan dipatrikan dalam dinding-dinding hati tiap kader da’wah hingga ia akan selalu ingat seperti kalimat yang tertulis diatas dahinya, ingat dimanapun berada.

Posisi
Sebelum membuat jalan, kita tentukan posisi dengan jelas, yaitu posisi kita, posisi target, dan posisi lawan ( penghambat ). Posisi lawan ( penghambat) perlu kita pelajari segala aspeknya, sebab dari sanalah kita bisa tahu kelemahan mereka, agenda strategis mereka, strategi, dan yang tak kalah pentingnya, kelemahan kita sendiri. Posisi disini bisa menyangkut dua aspek, posisi secara keorganisasian atau kelembagaan dan posisi kekuatan jamaah.

Jalan
Perjelas jalan yang akan ditempuh. Bila dalam peta daerah, ada yang dinamakan jalan utama, jalan sekunder, dan jalan tersier. Beda jalan, beda jenis “ kendaraan “ yang lewat serta beda juga tantanganya. Kendaraan yang di maksud adalah wajihah atau organisasi dan berbagai derivativenya, misalkan sarana-sarananya. Jalan utama digunakan oleh kendaraan yang besar sedang jalan sekunder-tersier untuk jenis kendaraan selainya. Misalkan jalan utama ditempuh wajihah induk atau LDK, sedangkan jalan sekunder dilewati oleh turunan LDK yaitu LDF ( fakultas ) dan jalan tersier oleh LDPS ( program studi atau jurusan ). Jalan adalah sarana yang menghubungkan titik awal dengan tujuan akhir. Tapi jangan pernah berharap kita akan mendapatkan jalan tol, itu hanya angan-angan. Dakwah adalah kerja yang penuh dengan tantangan dan ujian, untuk membedakan antara yang beriman dengan yang munafik.

Relief Medan
Relif medan yang tidak sama ketinggiannya harus digambarkan dengan tepat. Kenapa? Karena suatu saat kita harus menghadapi bermacam-macam tantangan. Ada tantangan yang tinggi, datar-datar saja, rendah, atau sangat tinggi. Kalau dalam peta geografi diibaratkan ada posisi objek di dataran tinggi, dataran rendah, perairan, dan pegunungan. Kemampuan memetakan medan akan sangat membantu dalam menganalisis posisi objek dakwah, metoda yang ditempuh, dan tantangan yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan sumber daya dan istia’ab-nya atau kapasitas internal jamaah atau masing-masing individu sebagai iron stock jamaah.

Persebaran Target
Konteks da’wah dalam hal ini membicarakan peta SDM internal dan eksternal. Eksternal berkaitan dengan posisi dan kondisi objek dakwah sedangkan internal berkaitan dengan kondisi kader dakwah. Kader adalah iron stock bagi masa depan da’wah. Bila dalam sebuah mesin, kader ibaratkan bahan bakar. Ia menetukan bergerak tidaknya sebuah kendaraan. Demikian pentingnya sehingga kita harus memperhatikan betul akan hal ini, yang kemudian melahirkan kaderisasi sebagai metode “ menyeleksi “ bahan bakar yang akan dipakai. As-syahid Imam Hasan Al Banna mengatakan “Sesungguhnya, kader adalah rahasia kehidupan umat dan motor penggerak kebangkitannya. Sejarah seluruh umat adalah sejarah para kadernya yang cerdik, memiliki kekuatan jiwa, dan kebulatan tekad. Kuat atau lemahnya umat diukur dengan tingkat kesuburannya melahirkan kader-kader yang memenuhi syarat kesatria yang benar”. Begitulah urgensi kader bagi jamaah, sesuatu yang mutlak ada dan pasti dibutuhkan.

Setelah mampu membuat peta, maka selanjutnya adalah kemampuan membaca peta. Membaca peta da’wah ibarat melihat seluruh sisi dan lini yang ada dalam medan da’wah, baik positif maupun negatifnya. Sehingga bisa kita petakan keunggulan kita untuk mengatasi kelemahan yang ada, peluang yang ada dengan tantangan yang dihadapi. Membaca peta bagian dari menganalisis sejarah, mengambil hikmah, merekayasa dalam konteks aplikatif kekinian dan kedisinian serta membuat alternatif-solutif terhadap problematika yang ada, baik temporer ataupun kontemporer.


Related Posts



0 comments:

 
Copyright © Embun Inspirasi | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog