Cermin Realitas di Tikungan Sejarah


Barangkali ada sedikit sepenggal episode yang begitu memprihatinkan kondisi bangsa kita saat ini. Dari hasil survei PISA dan TIMSS literasi membaca, matematika, dan kemampuan ilmu sciense Indonesia di bawah rata-rata dunia, 373, peringkat ketiga dari bawah. Artinya memang kita sedang mengalami krisis ilmu pengetahuan. Belum lagi persoalan krisis ekonomi, politik, dan krisis kepemimpinan. Negeri ini sedang dalam tikungan sejarah. Tikungan yang bisa membuat bangsa ini terpelset dan jatuh jika tidak berhati-hati. Apa yang kita butuhkan sekarang ?pahlawan jawabnya. Ditangan dingin para pahlawan inilah tikungan bisa jadi sebuah momentum besar untuk berubah cepat, melalui tangan dingin merekalah tantangan dapat diubah menjadi peluang, dan mengubah krisis menjadi eksis. Mereka mampu membangun harapan yang terseok diatas tikar ketakutan dan kecemasan. Mengubah yang sederhana menjadi luar biasa, motivator sekaligus kreator dan aktor. Mereka juga orang-orang yang ikhlas mengambil peran ditengah kesulitan, menapaki resiko disaat orang lain menghindar, dan menyusun kerja besar saat orang lain belum sadar. Dan Inilah pekerjaan-pekerjaan besar bangsa ini. Pekerjaan-pekerjaan besar ini hanya dapat diselesaikan oleh orang-orang yang memiliki naluri kepahlawan, kata Anis Matta.
Pahlawan dan perjuangan ibarat dua sisi mata uang. Tak ada kata pahlawan jika tak ada perjuangan. Dan setiap perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan, dan pengorbanan adalah besaran yang harus dibayar untuk menentukan sejauh mana kemenangan itu didapat. Semakin besar pengorbanan, maka semakin besar pula peluang kemenangan itu. Dan pahlawanlah yang mampu membaca peluang menjadi momentum. Sebab mereka adalah orang-orang ‘alim ( berilmu ), orang-orang yang ikhlas dan siddiq ( benar ), dan juga orang-orang pemberani. Sejarah perjuangan dirintis oleh para ‘alim, diperjuangkan oleh orang-orang ikhlas, dan dimenangi oleh orang-orang pemberani, dan merekalah pahlawan. Tapi sayang, terkadang hasilnya dinikmati oleh para pengecut. Itulah realitasnya, sebab kita jarang memperhitungkan orang yang berada dibelakang sopir. Ibarat mendorong mobil mogok, setelah jalan berlalulah ia dibawa para pengecut dan pecundang atas nama pahlawan. Disinilah terkadang kita kehilangan momentum pasca kemenangan, ungkap Solikhin Abu Izzuddin.


Related Posts



0 comments:

 
Copyright © Embun Inspirasi | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog